Sekitar seperempat daratan Belahan Bumi Utara adalah permafrost, yang berarti tanah bersuhu di bawah 0 derajat C (32 derajat F) selama setidaknya dua tahun. Permafrost dikenal dari lapisan permukaan aktif, membentang di manapun dari beberapa sentimeter hingga beberapa meter di bawah tanah, yang meleleh selama musim panas dan membeku kembali di musim dingin. Lapisan permafrost yang lebih dalam tetap beku permanen. Lapisan aktif sangat sensitif pada perubahan iklim, runtuh ke bawah ketika temperatur udara permukaan naik. Permafrost yang lebih dalam tak pernah meleleh sejak zaman es terakhir, lebih dari 10.000 tahun yang lalu, dan tidak akan terkena dampak pemanasan global di abad-abad selanjutnya.
Membangun bangunan di atas permafrost sulit karena suhu bangunan (atau pipa) bisa melelehkan permafrost dan tenggelam. Masalah ini punya tiga solusi: gunakan pondasi kayu; bangun di tanah kerikil padat (biasanya 1-2 meter tebalnya); atau gunakan pipa panas amonia. Sistem Pipa Trans-Alaska menggunakan pipa panas terinsulasi untuk mencegah pipa ini tenggelam. Rel Qingzang di Tibet dibangun menggunakan berbagai metode agar tanah tetap dingin.
Di bawah permafrost, terdapat bom waktu iklim yang bisa saja meledak. Metana, sebuah gas 23 lebih kuat daripada karbon dioksida. Bila permafrost meleleh, pelepasan metana dapat mengakibatkan efek rumah kaca semakin tak terkendali dengan konsekuensi tak terbayangkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar